Senin, 19 September 2011

dunia perikanan


Banggai Cardinal Fish (BCF)
Pendahuluan
Ikan Banggai Cardinal atau juga dikenal dengan Banggai Cardinal Fish yang memiliki nama ilmiah Pterapogon kauderni merupakan ikan laut endemik di Kepulauan Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah, dan tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Masyarakat setempat menyebutnya “capungan” atau “bibisan”. Namun dengan maraknya perdagangan ikan hias dengan harga yang cukup menggiurkan, maka ikan tersebut juga dapat ditemukan ditempat lain terutama di pulau Bali (tepatnya disekitar perairan Gilimanuk). Menurut nelayan setempat awal mula keberadaan ikan ini adalah merupakan hasil sortiran yang tidak masuk ke dalam standar untuk di perdagangkan, kemudian dibuang ke laut dan selanjutnya ikan tersebut dengan sendirinya hidup dan berkembangbiak disekitar perairan Gilimanuk.
Banggai Cardinal Fish biasanya hidup secara berkoloni (bergerombol) di antara terumbu karang dan kumpulan bulu babi, setiap gerombol terdiri dari      30 – 40  ekor. Selain itu, ikan ini sering terlihat berenang di padang lamun. Panjang badannya sekitar 6 – 8  cm, bentuk badannya agak pipih dengan ekor terbelah dua mirip burung wallet, memiliki warna cokelat muda keperakan dengan variasi bintik putih pada badan dan sirip. Ada belang melintang berwarna hitam di badannya mulai dari sirip punggung sampai sirip perut, juga dari jari-jari lemah sirip punggung sampai dengan sirip dubur. Daerah penyebaran Banggai Cardinal Fish sangat terbatas di wilayah Sulawesi Tengah bagian Timur, tepatnya di Kepulauan Banggai, karena itu spesies ini termasuk endemik. Habitat alami Banggai Cardinal Fish dapat ditemukan di perairan laut dangkal dengan kedalaman 0 – 5 meter, dengan pH 8,1 – 8,4  dan suhu perairan 25 – 28 0C.
Sejak 1990, Banggai Cardinal Fish menjadi salah satu ikan hias yang diincar para kolektor dalam dan luar negeri. Karakter yang berbeda dengan    ikan apogonid lain membuat ikan endemik di Banggai Kepulauan,            Sulawesi Tengah, ini banyak dicari. Diperkirakan 5.000 ekor ditangkap tiap pekan dan sedikitnya 600 – 700 ribu ekor diekspor oleh nelayan lokal setiap tahun. Diperkirakan pada tahun 2001 – 2004, Banggai Cardinal Fish yang diperdagangkan mencapai 700 – 900 ribu ekor tiap tahun.
Penangkapan  Banggai Cardinal Fish, yang semula terkonsentrasi di Pulau Banggai, akhirnya meluas sampai keseluruh Banggai Kepulauan, termasuk daerah yang awalnya belum terjamah. Akibat meningkatnya permintaan Banggai Cardinal Fish diluar negeri dengan harga yang cukup menjanjikan tersebut, maka lama kelamaan tentu keberadaan                   Banggai Cardinal Fish susah ditemukan dan akhirnya akan mengalami kepunahan akibat overharvesting.

Klasifikasi BCF
Ikan Banggai cardinal fish mempunyai 27 genus dan 250 spesies, tetapi hanya satu spesies yang terdapat di Indonesia, yaitu kaudermi. Ikan ini mulai diketahui sejak tahun 1920, dan mulai dikoleksi oleh penggemar ikan hias pada tahun 1933.






Menurut Tullock dan Michael (1999) ikan Banggai Cardinal Fish diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom       :    Animalia
Filum            :    Chordata
Sub Filum     :    Vertebrata
Super Klas    :    Gnathostomata
Kelas            :    Osteichtyes
Sub Klas       :    Actinopterygi
Super Ordo :    Teleostei
Famili            :    Apogonidae
Genus           :    Pterapogon
Spesies         :    Pterapogon kauderni

Morfologi
Banggai Cardinal Fish mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: bentuk tubuh agak pipih dengan mata yang besar berwarna hitam dan bentuk mulut terminal dengan ukuran besar, rahang bawah cenderung menonjol. BCF memiliki dua buah sirip punggung yang terpisah, dimana pada sirip dorsal yang pertama mempunyai 6 – 8  jari-jari sirip dan pada sirip dorsal yang kedua mempunyai       8 – 14  jari-jari sirip lunak, serta dua sirip dibagian anal dengan jumlah jari-jari lunak 8 sampai 18 (Nelson, 1994 dalam Steve et al., 2005). Ukurannya kecil, dan panjang total ikan dewasa maksimal 10 cm.



Ciri khas antara lain sirip ekor bercabang yang memanjang serta pola warna khas yaitu dasar keperakan agak kuning kecoklatan dengan garis hitam vertikal dan bintik-bintik putih/perak kebiruan pada sirip-siripnya.
Gambar 1. Ikan Banggai Cardinal Fish
(Hopkin, 2005)

Agak sulit untuk membedakan ikan jenis jantan dan betina (Gambar 2), karena secara keseluruhan hampir sama. Adapun perbedaan antara ikan jantan dan betina adalah sebagai berikut :
Ikan jantan biasanya lebih besar, Ikan jantan mempunyai rahang yang lebih besar, karena ikan jantan mengerami telur di dalam mulutnya
Gambar 2. Induk Banggai Cardinal Fish jantan (atas) dan betina (bawah)              (Hopkin, 2005)





Siklus Reproduksi BCF
Reproduksi merupakan salah satu mata rantai dalam siklus kehidupan yang saling berhubungan dengan mata rantai lainnya yang akan menjamin kelangsungan hidup spesies. Siklus reproduksi pada ikan tetap berlangsung selama fungsi reproduksi masih normal. Reproduksi ikan erat kaitannya dengan perkembangan gonad. Banggai Cardinal Fish dapat hidup selama 2 – 4  tahun, setelah mencapai ukuran dewasa yaitu ukuran panjang standar 3,5 cm dengan umur 9 – 12 bulan, siap menghasilkan keturunan. Pterapogon kauderni adalah golongan ikan yang paternal mouth brooding apogonid white direct development (mengeramkan sampai menetas dimulut). Telur berdiameter sekitar 3 mm, dengan jumlah telur yang dihasilkan sekitar 40 – 60 butir, dan ini termasuk rendah bila dibandingkan dengan ikan laut lainnya, sedangkan juvenil yang dapat dihasilkan biasanya berkisar antara 20 – 30 ekor. Seusai pembuahan, telur dieramkan dimulut jantan selama 20 hari (Gambar 3).
Gambar 3. Induk BCF Jantan yang sedang mengerami telur
(DKP Banggai & LP3L Talinti, 2006)

Setelah telur menetas, induk masih melindungi anaknya di dalam mulut selama 6 – 10 hari hingga perkembangan anatomi dan morfologi larva relatif sempurna. Selama mengeram, induk jantan tidak makan. Setelah larva berkembang menjadi juvenil, induk jantan akan melepaskannya dari mulut, dan juvenil langsung mencari perlindungan dan makan. Perlindungan umumnya berupa koloni bulu babi. Siklus hidup ikan Banggai Cardinal Fish meliputi stadia induk, telur, larva, benih, juvenil, dewasa, dan induk (Gambar 4).

Gambar 4. Siklus Hidup Ikan Banggai Cardinal Fish
Fekunditas adalah jumlah telur yang dikeluarkan oleh induk betina pada saat memijah. Pengetahuan fekunditas merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam pengembangbiakan ikan. Dari fekunditas secara tidak langsung kita dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Secara umum, Banggai Cardinal Fish memiliki fekunditas yang rendah dibandingkan dengan jenis ikan laut lainnya, dimana setiap kali pemijahan induk betina hanya menghasilkan 30 – 40 butir telur saja (Gambar 5).

Gambar 5. Telur Baggai Cardinal Fish


Habitat dan Tingkah Laku
Daerah penyebaran Banggai Cardinal Fish sangat terbatas di wilayah Sulawesi Tengah bagian Timur, tepatnya di Kepulauan Banggai, karena itu spesies ini termasuk endemik. Habitat alami Banggai Cardinal Fish dapat ditemukan di perairan laut dangkal dengan kedalaman 0 – 5 meter, dengan pH 8,1 – 8,4 dan suhu perairan 25 – 28 0C.
 

Gambar 6. hidup bersimbiosis dengan bulu babi (Diadema setosum) dan  sea grass.

Populasi ikan ini dapat ditemukan pada daerah lamun (sea grass) dan terumbu karang dimana banyak terdapat bulu babi dan anemon. Banggai Cardinal Fish hidup bersimbiosis dengan bulu babi (Diadema setosum) yang umumnya terdapat di perairan pantai. Simbiosis dilakukan dengan cara mengupayakan agar garis hitam pekat pada tubuh mereka membaur membentuk garis lurus dengan salah satu duri bulu babi yang bertujuan untuk penyamaran dan perlindungan dari serangan predator(Gambar 6). Selain bulu babi, ikan ini juga memiliki tempat perlindungan lain yaitu anemon laut dengan cara memanfaatkan tubuh mereka yang kecil agar dapat menyelinap diantara helaian anemon laut.
Pterapogon kauderni memiliki perilaku sedentary (menetap), dan cenderung melayang berdekatan dengan mikrohabitat pelindung, jika merasa terancam atau terganggu cenderung mencari perlindungan pada symbiont tersebut. Sepanjang hidupnya cenderung berkelompok dan tidak berpindah jauh dari tempat asalnya (Gambar 7). Jika merasa terancam atau terganggu, BCF cenderung mencari perlindungan diantara duri-duri, tentakel-tentakel atau cabang-cabang symbiontnya.
 

Gambar 7. Kelompok ikan Banggai Pterapogon kauderni

Teknik Pembenihan
            Banggai Cardinalfish (BCF) adalah ikan endemik dan beresiko terancam punah akibat ekploitasi yang berada di kepulauan Banggai, propinsi Sulawesi Tengah. Keberadaan ikan ini di perairan dapat dengan mudah dikenali, karena berada dalam populasi yang kecil. Pola reproduksi BCF tidak seperti ikan pada umumnya, di mana jantan mengerami telur yang sudah dibuahi dalam mulutnya (mouth-brooder). Dalam upaya pelestarian BCF ini, beberapa pihak mencoba untuk memasukkan BCF ke dalam daftar The Convention on International Trade of Endangered Spesies of Fauna and Flora (CITES) Appendix II. Yang artinya jika BCF masuk ke dalam daftar CITES, maka perdagangannya harus dikendalikan untuk menghindari pemanfaatan yang mengancam tingkat survivalnya. Menyikapi kondisi seperti tersebut serta meningkatnya permintaan akan BCF, untuk itu perlu dilakukan usaha pembenihannya agar keberlangsungan hidup ikan tersebut di alam tetap terjaga tanpa harus mengurangi volume produksinya sebagai komoditas ikan hias air laut.
            Proses domestikasi dimulai dengan aklimatisasi calon induk yang baru dating menggunakan wadah yang diisi dengan air wadah packing dan air lokasi pemeliharaan dengan perbandingan 3:1. Penambahan air dari lokasi pemeliharaan dilakukan setiap 1 jam sebanyak 25 %. Setelah 6 jam proses aklimatisasi calon induk sebanyak 100 ekor ditempatkan dalam bak beton kapasitas 7 ton atau akuarium yang diisi air laut selama 2 minggu sebelumnya dan diberi aerasi serta duri babi (diadema.sp) atau karang mati. Untuk memicu terjadinya pemijahan induk BFC, maka dilakukan teknik manipulasi lingkungan. Teknik tersebut dilakukan dengan mengurangi ketinggian air sampai dengan 30 cm dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian ketinggian air dikembalikan ke ketinggian awal dan didiamkan kembali selama 24 jam. Perlakuan ini dilakukan 3 kali berturut-turut. Pada saat ketinggian air dinaikkan,
            Pemeliharaan pada bak beton merupakan salah satu cara penjodohan massal, dimana induk jantan dan betina yang berjodoh akan menguasai 1 koloni diadema sp atau karang mati. Hal ini akan terlihat setelah 20 – 30 hari masa penjodohan massal. Pemeliharaan calon induk dilakukan di bak terkontrol dengan ketinggian air 100 cm dan dilakukan pula pergantian air sebanyak 25% per hari. Pakan yang diberikan berupa copepoda dan artemia dewasa dengan penambahan multivitamin, vitamin C dan E.
            Setelah pemijahan, maka induk jantan akan mengerami telur yang telah terbuahi di dalam mulutnya. Induk jantan tersebut di karantina dalam wadah akuarium 50 liter. Setelah mengalami pengeraman selama 15 hari maka larva dapat dikeluarkan dengan cara induk memuntahkan larva dari dalam mulutnya. Jumlah larva yang dimuntahkan berkisar 70 – 80  ekor. Pemeliharaan larva dilakukan di akuarium dengan pemberian pakan berupa rotifer dan naupli artemia. Dari pemeliharan larva yang dilakukan diperoleh SR sebesar 90 %.
setelah mengalami pengeraman selama 15 hari maka larva dapat dikeluarkan dengan cara induk memuntahkan larva dari dalam mulutnya. Pemeliharaan larva dilakukan di akuarium dengan pemberian pakan berupa Rotifera dan Nauplii artemia. Setelah larva mencapai ukuran > 1,5 cm maka pemeliharaan dilakukan di bak fiber dengan kapasitas 2 ton. Pada tahapan pemeliharaan ini dilakukan pemberian pakan berupa artemia dewasa dan ikan rucah.

Kesimpulan
1. Ikan Banggai Cardinal Fish merupakan ikan endemik dan ikan hias asli   Indonesia serta mempunyai nilai jual yang cukup tinggi. Secara umum, Banggai Cardinal Fish memiliki fekunditas yang rendah dibandingkan dengan jenis ikan laut lainnya, dimana setiap kali pemijahan induk betina hanya menghasilkan     30 – 40 butir.
2. Untuk menjaga kelestariannya maka penangkapan ikan Banggai Cardinal Fish harus dibatasi, sehingga keberadaannya di alam tetap terjaga.










DAFTAR PUSTAKA

Hopkins S, H. Ako, and C.S. Tamaru. 2005. Manual for the Production of the      Banggai Cardinalfish. Pterapogon kauderni. in Hawai’i
Johannes, S . 2007. Cardinal Tetra. Pelangi dari Amazon. Media Informasi Ikan Hias Dan Tanaman Air (O-Fish) 
Kabupaten Banggai Kepulauan. 2007. Gambaran Umum Kabupaten Banggai Kepulauan. www.banggai-kepulauan.go.id
Lestari D. 2007. Penggagalan Kardinal Banggai Di Cites Demi Nelayan. Majalah Opini, 7 Agustus 2007
Ndobe S dan Moore A. 2005. Potensi dan Pentingnya Pengembangan Budidaya Pterapogon kauderni (Banggai Cardinal Fish). Info MAI. Vol. 4-2. 2005, hal. 9-14
Ndobe S dan Moore A. 2005. Pterapogon kauderni, Banggai Cardinal Fish: Beberapa Aspek Biologi, Ekologi dan Pemanfaatan Spesies endemik di Sulawesi Tengah yang Potensial untuk Dibudidayakan. Prosiding Seminar Perbenihan nasional (National Seminar on Breeding), Palu, Indonesia, hal 389-404.
Ndobe S dan Moore A. 2007. Pengembangan Budidaya In-situ Banggai Cardinal Fish (Pterapogon kauderni). Prosiding Konferensi Aquaculture Indonesia, 2007. Hal 253-262.
Sinar Harapan. 2008. Banggai Cardinal Fish Endemik yang Terus Diburu. sinarharapan.co.id. 7 april 2008
Tullock, J and S, Michael, 1999. Aquarium Frontiers Enviromental Aquaritest,.(www. animalnetwork.com)
Vagelli A.A. & Erdmann M.V. (2002). First Comprehensive Survey of the Banggai Cardinalfish, Pterapogon kauderni. Environmental Biology of Fishes 63 : 1-8